PROBOLINGGO - Jika tak jeli--dan sudah banyak yang tertipu--Kitab Siraj al-Thalibin karya ulama bernama Ihsan bin Dahlan dianggap bukan karya ulama Indonesia. pasalnya isi dan cara penulisannya sangat bagus. di luar kewajaran benak banyak orang.
Tak bisa terbayangkan ulama--yang mondok tak pernah lama dan menurut kisah Mbah Moen jika berbicara Bahasa arab "agak kaku" bisa memiliki karya monumental: Siraj Thalibin, sebuah kitab yang memberi syarh/komentar karya ulama agung, al-Ghazali.
Kitab ini dikaji di beberapa perguruan tinggi di timur tengah dan dicetak di beberapa percetakan di sana. dan mirisnya, konon dulu ada sebuah penerbit mengira beliau adalah Syaikh Zaini Dahlan.
Kiai Ihsan Dahlan adalah saudara kandung Kiai Marzuqi Dahlan, kiai sufi yang diambil menantu oleh Kiai Abdul Karim, pendiri Pesantren Lirboyo yang kesohor itu. beliau berdua bersal dari desa Jampes, Kediri.
saya mendapat banyak info "penting" soal Kiai Ihsan Dahlan dan Siraj al-Thalibin karyanya itu dari seorang kiai muda--yg jujur saya salut atas keilmuannya--kholili Kholil, alumni muda pondok pesantren Lirboyo, Kediri.
Gus Kholili bercerita bahwa Kiai Ihsan Dahlan adalah "pemilik" trah ilmu ladunni. orang pesantren akrab dengan term ladunni ini. ilmu ladunni sering dimaknai ilmu "pemberian langsung" dari Allah Swt kepada hamba pilihannya. orang yang memiliki ilmu ini ia akan memiliki kelebihan, salah satunya ia bisa alim tanpa belajar yang "serius".
Nah, Kiai Ihsan Dahlan adalah sekian kecil hamba Allah Swt. yang diberi karunia agung ini. Kata Gus Kholili, ketika kita membaca kitab Siraj Thalibin, mustahil kita tak memuji dan "kaget" atas kutipan-kutipan dan referensi yang ditulis oleh Kiai Ihsan. jika tak karena ladunni tak mungkin seperti itu.
misal: beliau mengutip al-Badru al-Lami' karya al-Asymuni, nazam yang berjumlah 2000 bait. bayangkan? kapan beliau menghafal? lebih-lebih masa muda beliau dikenal "nakal".
dalam halaman lain, beliau mengutip Maqamat al-Hariri dan bahkan beliau juga mencantumkan Syarah Syarisyi, dua kitab yang amat langka bahkan katanya amat mahal. sekarang saja konon jarang yang punya dua kitab ini. apalagi zaman dulu?
beliau juga berkali-kali merujuk langsung kitab Lisan al-Arab karya Ibn Manzur. kitab ini pertama kali terbit di Beirut pertama kali tahun 1968 dan beliau wafat sebelum tahun itu, yakni tahun 1952. apakah beliau pakai manuskrip? entah yang pasti ini adalah bukti bahwa beliau memiliki ilmu ladunni.
Baca juga:
GPPMMA Aikai Gelar Seminar Sehari
|
tak berhenti di situ: beliau dalam Siraj al-Thalibin beberapa kali mengutip seorang mistikus besar dalam ilmu tasawuf, yaitu al-Syaikh al-Akbar Ibnu Arabi dengan kitabnya al-Futuhat al-Makkiyah. kita tahu bahwa kitab ini adalah kitab yg amat kontroversial. tak banyak orang bisa memahami "traktat para wali ini".
beliau--di masa itu--juga tak riskan mengutip referensi yang tak akrab dengan tradisi Nahdliyin. misalnya beliau mengutip kitab Ibnu Taimiyah yang berjudul "al-Furqan bayna Awliya' al-Rahman wa Awliya al-Syaithan".
Darimana beliau membaca dan mengoleksi referensi yang sedemikian beragam itu? mengingat beliau hidup di paruh pertama abad 20 dan tinggal di pedalaman Jawa Timur.
pada hari Sabtu 15 September tahun 1951 beliau membaca tafsir Jalalain sampai pada ayat terakhir surat al-Hijr:
واعبد ربك حتى يأتيك اليقين dan sembahlah Tuhanmu hingga kematian datang kepadamu
Hari minggu beliau sakit dan malam senin beliau wafat. mari berkirimm alfatihah kepada Kiai Ihsan bin Dahlan, penulis kitab Siraj al-Thalibin, sosok yang dikenal sebagai "pemegang" trah ilmu ladunni.
Sumber tulisan adalah chat dari almukarram Kiai Kholili Kholil
Oleh : Ahmad Husain Fahasbu